Bulan Desember akan berakhir, hal ini menunjukkan bahwa tahun akan berganti, di saat pergantian tahun hampir seluruh masyarakat menyambutnya dengan meriah, berpesta, menyalakan kembang api, meniup trompet, dan sebagainya, namun dari masyarakat sendiri tidak tahu apa arti perayaan itu sendiri, karena memang kebanyakan dari mereka hanya meniru satu sama lain. Didalam Al-Qur’an yang mulia Allah berfirman :

(وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا)

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya(Q.S. 17:36)

Melihat kandungan ayat ini alangkah baiknya kita melakukan tabayyun terlebih dahulu melakukan suatu hal termasuk ketika kita merayakan tahun baru, kita harus tahu sebenarnya bagaimana asal muasal tahun baru ?, dan kenapa harus dirayakan ?, hal itu ditujukan agar kita tidak terjebak oleh ketidak tahuan kita yang akan menyebabkan terjerumusnya kita dalam kesesatan.

Sekilas sejarah tahun baru (1 Januari)

Didalam buku “the word book encyclopedia tahun 1984, volume 14 hal 237” diterangkan “the roman ruler julius caesar established January 1 as new year’s day 46 before christromans dedicated this day to jenus, the god of gates, doors, and beginnings. The month of January was named after janus, who had two faces one looking forward and the otherlooking back ward”. Hal ini menunjukkan bahwa tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM tidak lama setelah julius caesar di nobatkan sebagai kaisar Roma, dia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ke 7 SM.

Dalam pembentukan kalender baru ini julius caesar dibantu oleh sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahariseperti halnya yang dilakukan oleh bangsa Mesir, satu tahun dalam penanggalan baru tersebut dihitung sebanyak 365 seperempat hari, da caesar menambah 67 hari pada tahun 45 SM, sehingga tahun 46 SM dimulai pada tanggal 1 Januari.caesar juga memerintahkan setiap 4 tahu, 1 hari ditambah dibulan februari yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini, tidak lama sebelum caesar terbunuh dia mengubah nama bulan Duintis dengan namanya, yaitu Julius atau yang terkenal dengan Juli, kemudian nama bulan Sextilis diganti dengan nama penggantinya yaitu kaisar Augustus menjadi bulan Agustus.

Adapun perayaan tahun baru sendiri sebenarnya sudah dilakukan sejak 2000 SM di Timur Tengah, penduduk Mesopotamia merayakan pergantian tahun saat matahari tepat berada diatas Katulistiwa atau tepatnya pada 20 Maret, dan hingga kini Iran masih merayakan tahun baru pada tanggal 20, 21, atau 22 Maret yang disebut dengan NOURUZ. Dulu bagi orang Persia (sekarang Iran, Irak) yang beragama Majūsî (penyembah api), menjadikan tahun baru sebagai hari raya mereka,
penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika Raja mereka, ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama ‘Jamsyad’, yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi ‘Nairuz’ pada awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum Majūsî juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi.

 

Kenapa hampir semua masyarakat dunia merayakanya?  

Berawal dari Eropa, oleh Pope (paus) Gregory III  melakukan pemolesan kalender dengan beberapa modifikasi, dan kemudian mengukuhkanya sebagai sistem kalender yang harus digunakan seluruh Eropa (dan terus menyebar keseluruh dunia dikarenakan penjajahan-penjajahan yang dilakukan oleh kolonial-kolonial dari benua tersebut) dan kalender gregorian yang kita kenal sebagai kalender masehi dibuat berdasarkan kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan kristen.

Dizaman Romawi, pesta ulang tahun baru adalah untuk menghormati dewa janus yaitu dewa yang digambar bermuka dua, dan kemudia perayaan ini terus dilestarikan dan menyebar ke Eropa, pada abad permulaan Masehi seiring munculnya dan berkembangnya agama kristen, akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh para pemimpin gereja sebagai suatu perayaan suci yang dikemas satu paket dengan hari natal, itulah kenapa ucapan natal dan tahu baru dijadikan satu.

Bagaimana sikap kita?

Setelah kita mengetahui bahwa tradisi Perayaan tahun baru merupakan Perayaan yang terkait dengan ritual keagamaan dan budaya orang kafir, dan adanya larangan untuk menyerupai sebuah kaum, maka sebaiknya kita tidak perlu ikut ikutan merayakannya apalagi meniru budaya dari kaum tersebut. Hadîts yang melarang menyepakati perayaan orang kafir diantaranya adalah :

BACA JUGA :  Surat Kepada Mahkamah Konstitusi

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال صلى الله عليه وسلم ما هذان اليومان قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية، فقال رسول الله : (إن الله قد أبدلكم بهما خيراً منهما، يوم الأضحى، ويوم الفطر)

Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ’anhu beliau berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alahi wa Sallam tiba di Madînah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”dua hari apa ini?”. Mereka menjawab, ”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam mengatakan : ”Sesungguhnya Allôh telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari idul adhhâ dan idul fithri.” [Shahîh riwayat Imâm Ahmad, Abū Dâwud, an-Nasâ`î dan al-Hâkim.]

Adapun âtsar sahabat dan ulama salaf dalam masalah ini, diantaranya adalah ucapan ’Umar radhiyallâhu ’anhu, beliau berkata :

اجتنبوا اعداء الله فى عيدهم
Jauhilah hari-hari perayaan musuh-musuh Allôh.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].

’Abdullâh bin ’Amr radhiyallâhu ’anhumâ berkata :

من بنى ببلاد الأعاجم وصنع نيروزهم ومهرجانهم ، وتشبه بهم حتى يموت وهو كذلك حُشِر معهم يوم القيامة
”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kâfir, meramaikan peringatan hari raya nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].

Muhammad bin sirrin berkata :

أُتي علي رضي الله عنه بهدية النيروز. فقال : ما هذا ؟ قالوا : يا أمير المؤمنين هذا  يوم النيروز. قال : فصنعوا كل يوم فيروزا . قال أسامة : كره أن يقول : نيروز

’’Alî radhiyallâhu ’anhu diberi hadiah peringatan Nairuz (Tahun Baru), lantas beliau berkata : ”apa ini?”. Mereka menjawab, ”wahai Amîrul Mu’minîn, sekarang adalah hari raya Nairuz.” ’Alî menjawab, ”Jadikanlah setiap hari kalian Fairuz.” Usâmah berkata : Beliau (’Alî mengatakan Fairuz karena) membenci mengatakan ”Nairuz”. [Sunan al-Baihaqî IX/234].

Imâm Baihaqî memberikan komentar :

وفي هذا الكراهة لتخصيص يوم بذلك لم يجعله الشرع مخصوصاً به

”Ucapan (’Alî) ini menunjukkan bahwa beliau membenci mengkhususkan hari itu sebagai hari raya karena tidak ada syariat yang mengkhususkannya.”
Apabila demikian ini sikap manusia-manusia terbaik, lantas mengapa kita lebih menerima pendapat dan ucapan orang-orang yang jâhil dan mengikuti budaya orang kafir daripada ucapan para sahabat yang mulia ini.

Hari Raya Kita Adalah Idul Fithri dan Idul Adhhâ serta Hari Jum’at.

Dalîl dalam hal ini adalah, sabda Nabî yang mulia Shallâllâhu ’alahi wa Sallam :

أضل الله عن الجمعة من كان قبلنا ، فكان لليهود يوم السبت، وكان للنصارى يوم الأحد فجاء الله بنا، فهدانا الله ليوم الجمعة، فجعل الجمعة والسبت والأحد ، وكذلك هم تبع لنا يوم القيامة، نحن الآخرون من أهل الدنيا ، والأولون يوم القيامة، المقتضي لهم

”Alloh simpangkan dari hari Jum’at umat sebelum kita, dahulu Yahudi memiliki (hari agung) pada hari Sabtu dan Nashrani pada hari Ahad. Kemudian Allôh datangkan kita dan Alloh anugerahi kita dengan hari Jum’at, lantas Alloh jadikan hari Jum’at, Sabtu dan Ahad. Demikianlah, mereka adalah kaum yang akan mengekor kepada kita pada hari kiamat sedangkan kita adalah umat yang terakhir dari para penduduk dunia namun umat yang awal pada hari kiamat, yang diadili (pertama kali) sebelum makhluk-makhluk lainnya. [HR Muslim]

Dari Ibnu ’Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda :

ان هذا يوم عيد جعله الله للمسلمين, فمن جاء الجمعة فليغتسل . . .

Sesungguhnya hari ini adalah hari ’Ied yang Alloh jadikan bagi kaum Muslimin, barangsiapa yang mendapati hari Jum’at hendaknya ia mandi…” [HR Ibnu Majah dalam Shahih at-Targhib I/298].

Semoga setelah membaca tulisan ini, kita bisa menentukan sikap dalam menyikapi perayaan tahun baru. Dan sikap kita bukan hanya sekedar ikut-ikutan, tetapi pilihan kita dengan berdasarkan pengetahuan. karena kita sadar betul bahwa semuanya akan dimintai pertanggungan jawaban di Yaumil Hisab kelak.

Diolah dari berbagai Sumber.

Artikulli paraprakSya’ir Palestina
Artikulli tjetërKomentar KH. A. Wafi Maimoen, Lc. M.Si Terkait Media

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini