Tata Kelola Harta Anak Kecil.
Dalam beberapa kondisi, seorang anak kecil kerap memiliki harta yang statusnya adalah miliki dia pribadi. Beasiswa pendidikan, hadiah ulang tahun, atau sekedar uang kecil dari bibi adalah sebagian contoh kecil aset-aset harta yang menjadi milik anak secara pribadi.
Apabila nominalnya terbilang besar, maka bagi wali wajib hukumnya untuk memegang harta anak tersebut; misal orang tua. Memegang harta ini menjadi wajib karena menjaga harta anak merupakan kewajiban orang tua sebagai wali. Harta dalam jumlah besar akan rawan rusak atau tidak terjaga jika anak memegangnya sendiri. Sebagaimana Imam Khatib Asy-Syarbini jelaskan dalam kitab Mughni al-Muhtaj:
مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج (3/ 152)
ويجب على الولي حفظ مال الصبي عن أسباب التلف
“Wajib bagi wali untuk menjaga harta anak dari berbagai sebab kerusakan.”
Tugas Wali dalam Harta Anak Kecil
Namun yang perlu kita ingat bahwa tugas orang tua adalah menjaganya dan bukan menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Status anak kecil sebagai anak kita tidak menyebabkan uang yang ia miliki juga menjadi milik kita. Maka haram bagi orang tua untuk mengambil harta anaknya kecuali ia sedang betul-betul membutuhkan.
روضة الطالبين وعمدة المفتين (4/ 189)
ليس للولي أخذ أجرة ولا نفقة من مال الصبي إن كان غنيا، وإن كان فقيرا وانقطع بسببه عن الكسب، فله أخذ قدر النفقة.
“Tidak boleh bagi wali untuk mengambil upah atau kemanfaatan dari harta anak jika wali sudah tercukupi, dan jika wali fakir dan tidak bisa bekerja karena menjaga harta anak, maka boleh mengambil dengan kadar nafkah.”
Selain berkewajiban untuk menjaga harta anak, orang tua juga boleh berdagang dengan harta anak tersebut guna mengembangkan aset, dan seluruh laba wajib kembali pada anak. Artinya, kebolehan mengembangkan aset anak tidak mengesampingkan hukum haram menggunakannya untuk pribadi.
Allah SWT berfirman:
{وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ} [الأنعام: 152]
“dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat”
Imam al-Dahhak memberi tafsiran terhadap ayat tersebut mengenai “cara yang lebih bermanfaat”:
بحر المذهب للروياني (5/ 74)
وقال الضحاك: هو أن يتجر له ولا يأخذ من الربح شيئًا.
“(cara yang lebih bermanfaat) adalah berdagang untuk kepentingan anak yatim dan sama sekali tidak mengambil keuntungannya”.
Sekian, terima kasih.