Tawassul Dengan Nabi Sewaktu Hidup Dan Sesudah Wafat
Dari ‘Utsman ibn Hunaif RA, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saat datang kepada beliau seorang lelaki tuna netra yang mengadukan kondisi penglihatannya. “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki penuntun dan saya merasa kerepotan,” katanya mengadu. “Datanglah ke tempat wudlu’ lalu berwudlu’lah kemudian sholatlah dua raka’at. Sesudahnya bacalah, “Ya Allah, sungguh saya memohon kepada-Mu dan dan tawassul kepada-Mu dengan Nabi-Mu Muhammad SAW, Nabi rahmat. Wahai Muhammad SAW saya bertawassul denganmu kepada Tuhanmu agar Dia menyembuhkan pandanganku. Ya Allah, terimalah syafa’atnya untukku dan terimalah syafaatku untuk diriku.” Utsman berkata, “Maka demi Allah, kami belum bubar dan belum lama obrolan selesai sampai lelaki buta itu masuk seolah ia belum pernah mengalami kebutaan.” Al-Hakim berkata, “Hadits ini adalah hadits yang isnadnya shahih, tetapi Imam al-Bukhari dan Imam Muslim tidak mengeluarkannya.” Versi al-Dzahabi status hadits itu shahih. Vol. I hlm. 519. Al-Turmudzi berkata dalam Abwaabu al Da’awaat pada bagian akhir dari al- Sunan, “Hadits ini adalah hadits hasan, shahih, dan gharib, yang tidak saya kenal kecuali lewat jalur ini dari hadits Abi Ja’far yang bukan Al Khathmi.
Menurut saya yang benar adalah bahwa Abu Ja’far itu al-Khathmi al-Madani, sebagaimana disebutkan dengan jelas dalam riwayat-riwayat al-Thabarani, al-Hakim, dan al-Baihaqi. Dalam al-Mu’jam, al-Tahabarani menambahkan bahwa nama Abu Ja’far adalah ‘Umair ibn Yazid, seorang yang dapat dipercaya. Al-‘Allamah al-Muhaddits al-Ghimari dalam risalahnya “Ithaaful Adzkiyaa’” berkata, “Tidaklah logis jika para hafidh sepakat untuk menilai shahih sebuah hadits yang dalam sanadnya terdapat rawi majhul (misterius) khususnya al-Dzahabi, al-Mundziri dan al-Hafidh.”
Berkata al-Mundziri, “Hadits di atas juga diriwayatkan oleh al-Nasai, Ibnu Majah, dan Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya. (al-Targhib, kitab al-Nawaafil, bab al-Targhib fi shalatilhajat vol. I hlm. 438).