Dalam konteks ke-Indonesia-an, umat Islam mengalami berbagai evolusi. Menurut sejarah Indonesia, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para ulama dari negeri Gujarat India lewat jalur perdagangan. Jika diteliti lebih lanjut dan ditarik ke atas, maka akan ditemukan bahwa para perintis penyebaran Islam di Indonesia ini adalah keturunan dari toloh-tokoh ulama dari negeri Yaman, tepatnya di tanah Hadramaut, terbukti bahwa pemahaman Islam yang mereka sebarkan di Indonesia adalah bermadzhab Sunni Syafi’i. Sesuai dengan madzhab nenek moyang mereka yang berada di Hadramaut Yaman. Belum lagi banyaknya warga Hadramaut yang hingga kini mendominasi keberadaan etnis Arab yang tersebar di negeri ini. Terjadinya evolusi dalam tubuh umat Islam Indonesia, ditengarai sejak datangnya penjajah Belanda yang ikut menyebarkan agama Nasrani, serta memberi kontribusi prilaku yang tidak sesuai dengan prilaku budaya Indonesia, terutama kalangan umat Islamnya.

Ringkasnya, pengaruh penjajah Belanda yang mencapai 350 tahun mencaplok bumi Indonesia, inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa umat Islam Indonesia tidak lagi menjadi utuh dalam pemahaman keagamaannya sebagaimana yang diajarkan oleh para penyebar Islam pertama kali di Indonesia, terutama Wali Songo dan para koleganya.

Kini umat Islam Indonesia telah menganut berbagai madzhab pemikiran, serta prilaku keagamaan yang semakin hari semakin bermunculan hal-hal yang sebelumnya tidak dikenal masyarakat Indonesia. Sebut saja misalnya munculnya faham Nasionalis Religius, yang mana keberadan kelompok pemaham ini tiada lain karena terinspirasi dari sikap kelompok tokoh beragama Islam, namun tetap ingin mempertahankan eksistensinya sebagai orang-orang yang selalu berkiprah dalam perebutan kekuasaan kebangsaan negeri ini, yang mana dalam menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya tidak bersedia diatur oleh hukum Syariat Islam.

Dewasa ini ada tiga kelompok besar dalam tubuh umat Islam Indonesia.

•1. KAUM LIBERAL

Yaitu kelompok yang tetap mengaku sebagai pemeluk Islam, namun tidak bersedia diikat oleh peraturan syari’at agama Islam yang telah baku dan telah menjadi standar hukum di kalangan masyarakat Islam. Kelompok Liberal ini dalam status penolakannya terhadap syari’at Islam bertingkat-tingkat. Adapun yang tergolong kelompok ini antara lain adalah kaum Sekularis, Nasionalis, Pluralis, dan Liberalis.

Kelompok ini, pada dasarnya adalah lebih menuhankan akal fikiran dan hawa nafsunya dibanding ketaatan dan ketundukannya kepada syari’at Islam secara utuh.

•2. KAUM MODERAT

Namun penulis lebih senang mengistilahkan dengan kelompok konsisten sebagai terjemahan dari istilah istiqomah, ini jika yang dimaksud adalah umat Islam yang masih konsisten berpegang teguh terhadap ajaran syari’at Islam dalam pemahaman ulama salaf Ahlus Sunnah wal Jamaah. Karena jika disebut dengan istilah kaum Moderat (meminjam istilah panitia KULJUM Sarang) dewasa ini, maka akan dipahami oleh masyarakat awam lebih berorientasi kepada kelompok Liberal. Karena arti moderat, kini bergeser kepada arti lelompok yang dapat menerima hal-hal di luar konteks syari’at, termasuk dapat menerima segala macam aliran pemikiran bahkan menerima prilaku dan ritual non Muslim. Jadi, dalam pembahasan kelompok Moderat ini, penulis akan memfokuskan pada istilah kelompok konsisten.

Kelompok konsisten ini adalah mayoritas umat Islam yang masih mengikuti ajaran syari’at yang telah diterima secara estafet dengan panduan kitab yang standar yang diterima secara estafet pula dari para ulama dan orang tua, dari generasi pendahulunya yang lebih tua lagi hingga sampai kepada para pembawa dan penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke Indonesia, yaitu para para Wali Songo dan Ulama sejamannya.

Kelompok konsisten ini selalu berupaya untuk menerapkan syari’at Islam secara utuh, namun tetap disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi. Di saat bergaul dengan masyarakat yang belum mampu menerapkan syari’at Islam secara utuh, maka kelompok ini mengambil kebijakan yang sedikit lentur namun tetap mengarahkan masyarakat untuk dapat melaksanakan syari’at Islam dengan sempurna.

Sebagai ilustrasi, Wali Songo dapat berdakwah melalui jalur budaya asli tanah jawa yang secara kasat mata tidak ada korelasinya dengan pelaksanaan syari’at. Namun pada kesempatan yang lain wali songo tak segan-segan nenghukum mati Syekh Siti Jenar, yang secara ilmu dzahir atau kasat mata dinilai telah melakukan tindak pidana perbuatan kemurtadan di depan khalayak dengan pengakuannya, semisal aku adalah Allah.

Para Wali Songo ini hanyalah melaksanakan kaidah syari’at

BACA JUGA :  KONTROVERSI NIKAH DINI

?†???­?’?†?? ?†???­?’?ƒ???…?? ?¨???§?„?¸?‘???ˆ???§?‡???±?? ?ˆ???§?„?„?‡?? ?????¹?’?„???…?? ?§?„?³?‘???±???§?¦???±??

serta mengkiaskan hadits

?…???†?’ ?¨???¯?‘???„?? ?¯?????’?†???‡?? ?????§?‚?’?????„???ˆ?’?‡??

Keputusan Wali Songo dalam menghukum mati Syekh Siti Jenar adalah upaya melaksanakan syari’at Islam secara utuh tatkala mereka mendapatkan kesempatan yang memungkinkan terhadap pelaku kemurtadan, tentunya sesuai dengan dzahir kaidah syari’at.

Kelompok konsisten di masa kini sudah seharusnya meneladani sikap dan prilaku serta ajaran Wali Songo ini, yaitu saat menghadapi situasi yang belum memungkinkan melaksanakan syari’at, semisal terhadap tindak pidana, maka selayaknya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya. Namun jika ada kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan dapat membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok konsisten ini menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa khawatir atau takut dijuluki masyarakat sebagai kelompok garis keras, atau kelompok ekstrim dan lain-lain.

Sebab, jika benar orang yang melakukan syari’at nahi munkar dengan memerangi prilaku tindak pidana dikategorikan sebagai kelompok garis keras atau ekstrim, para Wali Songolah yang palimg tepat mendapat julukan kelompok garis keras atau ekstrim. Jadi mengelompokkan kaum konsisten ke dalam kelompok garis keras atau ekstrim atau bahkan radikal yang akan dibahas pada sesi berikut, menjadi tidak logis dan tidak tepat.

•3. KAUM RADIKAL

Dalam hal ini penulis membagi kaum radikal menjadi dua :

Pertama, kaum radikal dalam pemikiran dan pemahaman. Maksudnya, setiap kelompok Islam yang tidak dapat bertoleransi dengan kelompok Islam lainnya, hanya beda organisasi, atau hanya beda pemahaman yang bersifat furu’iyah, bukan perbedaan yang menyangkut aqidah atau Ushuluddin atau ketauhidan, maka kaum ini dinamakan radikal. Seperti adanya kelompok Wahabi/Salafi yang senang mengkafirkan kaum muslimin, karena dianggap melakukan bid’ah dhalalah. Padahal, yang dilakukan masyarakat hanya sekedar mengundang warga untuk membaca Al-Qur’an, shalawat nabi, dzikir, mendengar ceramah agama, dan memberi sedekah makan, hanya saja dilakukan dalam rangka sebuah acara yang disebut tahlilan. Jadi kelompok yang mengkafirkan jamaah tahlilan inilah yang disebut sebagai kelompok radikal dalam pemikiran dan pemahaman.

Kedua, kaum radikal dalam prilaku. Kelompok ini adalah mereka yang melakukan perusakan fisik maupun pembantaian terhadap nyawa orang lain, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh syari’at perang.

Ada istilah yang memudahkan umat untuk mengenal kelompok ini, yaitu adanya bom bunuh diri dan bom syahid. Bom bunuh diri yaitu bom yang dilakukan di negeri Darul Amaan, dengan sasaran yang membabi buta, menghancurkan fasilitas umum yang diperkenankan oleh syari’at, semisal halte bus, membunuh wanita dan anak-anak, serta orang-orang tua renta, menumbangkan pepohonan dan lain sebagainya.

Bom bunuh diri ini hukumnya haram dan pelakunya dianggap fasik, namun tidak sampai murtad, karena telah melanggar tata cara syari’at peperangan melawan kekafiran.

Sedangkan bom syahid di Negara konflik antar umat Islam melawan orang-orang kafir, dengan adanya perkembangan teknologi, maka salah satu strategi untuk dapat membalas serangan musuh, yang dewasa ini memiliki peralatan perang yang lebih canggih dari peralatan perang milik umat Islam, maka menurut sebagian yang hidup di wilayah konflik telah menfatwakan dengan bolehnya melakukan bom syahid, yang dalam bahasa jepangnya dikenal dengan istilah kamikaze.

Kelompok bom syahid tidak dinamakan sebagai kelompok radikal, namun tergolong kelompok konsisten dalam membela agama Islam.

BIODATA KH. LUTHFI BASHORI

Nama : H.LUTFI BASHORI,

lahir : di Singosari Malang, tanggal 5 juli 1965.

Pendidikan :

1. Madrasah Ibtidaiyah Al-Ma’arif Singosari Malang (1972-1979); 2. SMP Negeri I Singosari (1979-1981); 3. Ma’had as-sayyid Muhammad Alawy Al-Maliki, Makkah Al-Mukarromah (1983-1991).

Karya tulis yang sudah diterbitkan:

1. Al-Qur,an versi syi’ah tidak sama dengan alquran kaum muslimin. 2. Presiden wanita dalam wacana hukum islam. 3. Musuh besar umat islam. 4. Dan lain-lain.

Aktifitas:

1. Pengasuh Pesantren Ribath Al-Murtadlo Al-Islami Singosari Malang. 2. Ketua Umum Pesantren Ilmu Alquran (PIQ) Singosari Malang. 3. Ketua Komisi Hukum dan Fatwa MUI kab. Malang. 4. Fungsionaris diberbagai Ormas Islam, diantaranya Dewan Imamah Nusantara (DIN), Haiatus Shofwah, ARIMATEA, Forum ulama dan ummat islam(FUUI), Forum Silaturrohim Peduli Syari’at(FSPS), dan lain sebagainya.

Artikulli paraprakImplementasi Fikih
Artikulli tjetërHIKMAH 14 : AGAR HATI TIDAK TERALINGI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini