Sistem penanggalan Tahun Hijriyah itu dihitung sejak Nabi Muhammad Saw. hijrah dari Makkah ke Madinah, dan pengitungan bulannya menggunakan rotasi bulan mulai dari bulan Muharrom dan diakhiri bulan Dzulhijjah. Nabi ketika sampai di Madinah tepatnya di daerah Qoba’ langit berasikan Libra, hal itu menunjukkan awal musim penghujan, dan nabi bersinggah beberapa hari di daerah tersebut untuk membangun masjid, itulah masjid yang didirikan Nabi di hari pertamanya berhijrah yang juga dijelaskan didalam Al-qur’an :

 ( لمسجدٌ اسّس على التقوى من اوّل يوم احق ان تقوم فيه.. )

“Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan sholat didalamnya..”

Dapat disimpulkan bahwa perjalanan hijrah Nabi dimulai pada pertengahan akhir bulan September dan sampai di Madinah pada awal bulan Oktober, disinilah nabi memulai jihad agungnya dan tidak akan berhenti sampai mendapatkan pertolongan Allah dan dapat menaklukkan Makkah.

            Langkah-langkah penghitungan1

والقمرَ قدّرناهُ منازِل حتّى عاد كالعُرجونِ القديم

“Dan telah kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua (kering melengkung)”

Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah menentukan tahunnya terlebih dahulu, setelah itu kita kurangi 8 (delapan) secara terus menerus hingga hasilnya tidak lebih dari 8, lalu kita sesuaikan hasilnya dengan angka-angka arab2 ini : ب (2), و (6),  د(4),  أ(1),  ه(5),  ج(3),  ز(7),  د(4). Ketika hasil penghitungan tersisa 1 (satu) maka tahunnya adalah Baiyyah (ب) berarti hari pertama tahunnya hari Senin, jika tersisa 2 maka tahunnya adalah Wawiyyah (و) berarti hari pertamanya itu Jum’at, begitu juga ketika sisanya 3 atau 8 maka tahunnya Daliyyah (د) berarti hari pertamanya adalah Rabo. Contoh : Tahun 1418 dikurangi 8 terus menerus dan hasilnya 2 maka tahunnya adalah Wawiyyah (و) = 6 berarti hari pertamanya itu Jum’at.

Selanjutnya, setelah kita mengetahui hari pertama dari tahun yang dicari, kita sesuaikan lagi dengan huruf-huruf ini : أ (1), ج (3), د (4), و (6), ز (7), ب (2),  د (4),  ه(5), ز (7),  أ(1), ب (2),  ج(3). Alif menunjukkan bulan Muharrom, Jim untuk bulan Shofar, Dal untuk bulan Robi’ul awwal, dan seterusnya, maka hari pertama bulan Shofar adalah hari ke 3 dari hari petama bulan Muharrom, hari pertama bulan Robi’ul awwal adalah hari ke 4, dan hari pertama bulan Robi’ul akhir adalah hari ke 6, begitupun seterusnya. Contoh : Tahun 1418 hari pertama bulan Muharrom itu hari jum’at maka hari pertama bulan Shofar adalah hari Ahad, hari pertama bulan Robi’ul awal hari Senin, dan pada bulan Robi’ul akhir hari Rabo.

BACA JUGA :  Kesuksesan Diperoleh dengan Bimbingan Guru

Hal hal yang hampir serupa dengan keterangan ini (kecocokan antara suatu waktu dengan waktu yang lain) juga di jelaskan di dalam kitab syarah Az-zarqoni ‘ala Al-baiquniyyah hal. 44 :

” يوم نحركم يوم صومكم، ويوم فطركم يوم سنتكم الجديدة “

Maksudnya adalah hari ‘Idul Adlha itu sama dengan hari pertama bulan Romadlon, dan juga hari ‘Idul Fitri itu sama dengan hari pertama tahun baru yang akan datang.

            Ada perhitungan lain yaitu Hisab Al-khumasi biasanya perhitungan ini di amalkan oleh orang-orang yang ber’uzlah (meninggalkan hiruk pikuk dunia) yaitu dengan patokan “ hari pertama bulan Romadlon tahun ini adalah hari ke 5 bulan Romadlon tahun kemaren”.

            Meskipun semua ini adalah perhitungan Hisab Al-isthilahi, dan syara’ tidak menganggapnya, akan tetapi penggunaannya tetap diberlakukan, karna memang secara gelobal tahun-tahun Hijriyah itu mempunyai keserasian di dalam hari-harinya, hanya saja terkadang antara Hisab Al-isthilahi dan Hisab Al-qoth’i itu mempunyai selisih satu atau dua hari. Oleh sebab itu yang menjadi acuhan utama syara’ adalah tampakknya hilal di setiap bulan terutama bulan Romadlon karna ada perhatian syara’ untuk melakukan ibadah puasa di bulan ini sehingga penyaksian satu orang yang adil dapat diterima, berbeda dengan bulan-bulan yang lain termasuk bulan syawal, maka tidak diterima kecuali dari dua orang adil atau lebih.

            Keterangan ini dari Syaikh K.H. Maimun Zubair3 yang sebelumnya diceritakan oleh guru-guru beliau termasuk ayahnya K.H. Zubair bin Dahlan, kakeknya K.H. Ahmad bin Syua’ib, dan kakek beliau juga berkata : “Berpuasalah kamu dan Ber’idlul fitri atas dasar ketetapan pemerintah selama itu sesuai dengan syari’at, namun jika tidak maka wajib bagimu (melakukan yang kamu ketahui) dengan bersembunyi.”

 

1. Penghitungan ini menggunakan Hisab Al-isthilahi (bukan Hisab Al-qoth’i)

2. Hitungan angka ini secara lengkap bisa ditemukan di Kitab-kitab Falak, adapun yang dimaksud disini jika angka menunjukkan 1 berarti hari Ahad, jika 2 berarti hari Senin, dan seterusnya.

3. Kitab Nushushu Al-akhyar fi Asshoumi wa Al-ifthor, Tadzkiroh hal. 20-22

 

Disadur dari kitab “Nusus Al Akhyar”  karangan Syaikhina Maimoen Zubair.

Artikulli paraprakHikmah ke–12 ‘Uzlah
Artikulli tjetërTubuh Adalah Ekspresi hati

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini