Selain sebagai aksesoris siapa yang menyangka, bahwa memakai cincin bisa bernilai ibadah dan menghasilkan pahala jika dilakukan dan diniati dengan benar. Sebab, setiap perilaku yang secara lahir terlihat biasa-biasa saja, jika dilakukan dengan benar, ikhlas, dan diniati mengikuti baginda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bisa bernilai ibadah di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Contoh saja, makan dan minum yang merupakan sebuah keniscayaan bagi makhluk hidup. Meski demikian, bisa bernilai ibadah jika dilakukan dengan cara sebagaimana yang diajarkan oleh baginda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam serta berniat mengikuti ajaran beliau. Begitu juga memakai cincin, kita bisa mendapat pahala jika dilakukan dengan benar dan diniati mengikuti beliau.
Berikut adalah dalil hadis yang dijadikan landasan para ulama dalam sunahnya memakai cincin dalam rangka mengikuti yang dilakukan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radliyallahu anhu. bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. memakai cincin yang terbuat dari perak dan diukir tulisan ‘Muhammad Rasulullah.’” (HR. Bukhori).
Dalam kacamata fikih, memakai cincin bagi seorang laki-laki memiliki hukum secara spesifik yang menarik untuk di bahas. Dari mulai letak pemakaian cincin yang benar, berapa cincin yang boleh dipakai, sampai cincin berbahan apa yang boleh dipakai. Banyak sekali perbedaan pendapat antara ulama akan masalah ini. Perbedaan tersebut muncul karena bedanya dalil yang dijadikan landasan maupun ijtihad masing-masing dari mereka. Berikut adalah poin-poin seputar hukum memakai cincin.
Letak Pemakaian Cincin.
Memakai cincin yang paling utama bagi laki-laki, tentu yang seperti dilakukan baginda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana penjelasan di atas, bahwa memakai cincin bisa bernilai ibadah dan mendapat pahala jika ikhlas dan diniati ittba’ (mengikuti perilaku baginda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam).
Imam Ibnu Hajar pernah ditanya, “Lebih utama mana memakai cincin di tangan kanan atau kiri?” Beliau menjawab, “Pada kenyataannya banyak hadis yang menceritakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin di jari kelingking bagian tangan kanan. Dan tidak kalah banyaknya juga hadis yang menceritakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memakai di kelingking tangan kiri. Namun meski demikian, terdapat hadis sahih yang menjelaskan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka tayamun (memprioritaskan anggota kanan) dalam hal-hal yang bersifat takrim (penghormatan). Dan memakai cincin jelas masuk dalam kategori hal yang bersifat takrim. Berarti, memakai cincin yang paling utama adalah di jari kelingking di tangan kanan. (Sayyid Bakri Syatho, I’anah ath-Thalibin, Juz: 2, hal. 158).
Para Ulama berbeda pendapat dalam hukum memakai cincin di selain jari kelingking bagi laki-laki. Ada yang memperbolehkan, dan ada yang tidak. Al-Adzri’i menegaskan bahwa menurutnya: “Yang lebih benar adalah haram, karena memakai cincin di selain jari kelingking menyerupai perempuan.” Namun, yang dijelaskan an-Nawawi dalam Syarah Muslim: “Memakai cincin di selain kelingking seperti di jari manis atau tengah adalah boleh, tapi makruh tanzih.” (Zakariya Yahya al-Anshori, Asna al-Matholib, Juz: 1, Hal. 380)
Jumlah Cincin yang Boleh Dipakai
Hal baik jika dilakukan secara berlebihan maka malah bisa menjadi tidak baik. Memakai cincin yang merupakan kesunahan bisa menjadi tidak baik jika yang dipakai lebih dari satu apalagi sampe berlebihan (isrof). Laki-laki boleh mempunyai banyak cincin untuk dipakai satu-persatu bukan dipakai semua sekaligus. Dalam kaca mata fikih, hukum memakai cincin lebih dari satu bagi laki-laki hukumnya haram secara mutlak menurut sebagian ulama, baik dipasang di satu tangan atau dua tangan. (Sayyid Abdurrahman Ba’alwi, Bughyah Al-Musytarsyidin, hal. 184).
Keharaman tersebut menurut Al-Muhib Ath-Thabari dialasi dengan menyerupai wanita dan orang-orang bodoh. Beda halnya dengan sekelompok ulama yang memperbolehkan memakai cincin lebih dari satu asalkan tidak dianggap isrof (berlebihan) secara adat. Al-Isnawi juga membenarkan bolehnya memakai dua cincin sekaligus bahkan lebih. (Sayyid Bakri Syatho, I’anah ath-Thalibin, Juz: 2, hal. 178).
Jenis Cincin
Segala macam aksesoris yang terbuat dari emas boleh dipakai oleh perempuan, namun tidak dengan laki-laki. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sangat jelas melarang laki-laki memakai cincin dari emas. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. sendiri memakai cincin yang terbuat dari perak sebagaimana hadis di atas. Ulama sepakat bahwa memakai cincin yang terbuat dari perak bagi laki-laki hukumnya sunah, dengan alasan mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Cincin yang terbuat dari besi, tembaga, atau yang lainnya selain perak, ulama berbeda pendapat dalam penentuan hukumnya, ada yang memperbolehkan secara mutlak, dan ada yang memakruhkan.
Ulama yang memakruhkan, mendasari pendapatnya tersebut dengan hadis Abu Dawud dan Ibnu Hibban yang menceritakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebut cincin yang terbuat dari besi merupakan perhiasan ahli neraka saat melihat orang memakai cincin besi. Kemudian, Rasulullah menyuruhnya untuk memakai cincin yang terbuat dari perak yang tidak sampai satu mitsqol. (Muhammad bin Musa bin Isa bin Ali Ad-Damiri, An-Najm Al-Wahhaj fi Syrh Al-Minhaj, Juz: 2, Hal: 197
Ulama yang membolehkan, bertendensi dengan hadis Bukhari dan Muslim perihal perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada salah satu sahabat untuk meminang walau hanya dengan cincin yang terbuat dari besi. Berarti bisa disimpulkan bahwa memakai cincin besi hukumnya boleh. Ditambah dengan riwayat Abu Dawud yang menceritakan bahwa cincin Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya terbuat dari besi hanya saja ada peraknya. Adapun hadis yang menjelaskan bahwa cincin besi merupakan perhiasan ahli neraka itu lemah sanadnya menurut An-Nawawi. (Sayyid Bakri Syato, I’anah Ath-Thalibin, Juz: 2, hal: 177)
Sarang, 10 Oktober 2021 M.