Persiapan Perang
Ketika Abu Sufyan telah pulang, Nabi lantas menyiapkan diri dengan persiapan perang. Para sahabat terheran-heran akan sikap Nabi ini. “Rasulullah, bukankah kita memiliki perjanjian dengan Quraisy?” Abu Bakr bertanya kepada baginda Nabi. Saat itulah Nabi memberi tahu para sahabat bahwa Quraisy telah melanggar perjanjian Hudzaibiah. Mendengar itu, semua sahabat segera bergegas untuk berangkat ke Makkah. Pasukan yang menyertai Nabi saat itu tidak tanggung-tanggung, tidak kurang dari sepuluh ribu orang ikut serta dalam pasukan kali ini. Menundukkan kota Makkah adalah cita-cita semua pejuang Islam saat itu. Padahal saat itu adalah bulan Ramadlan yang artinya perjalanan ini harus mereka tempuh sambil berpuasa.
Begitu kabar keberangkatan Nabi menyebar luas di Makkah, segelintir pemuda Makkah memilih untuk bersiap melawan pasukan Nabi. Mayoritas penduduk tidak sependapat. Mereka sadar betul melawan Nabi dengan kekuatan seperti itu sangat mustahil. Namun di pihak Nabi, Nabi tidak berharap terjadi peperangan. Beliau hanya memiliki tujuan untuk menaklukkan Makkah tanpa harus berperang sebagaimana beberapa distrik di Arab yang bisa tunduk tanpa harus melakukan peperangan terlebih dahulu.
Proses Penaklukan Makkah
Nabi bersama pasukan besarnya terus bergerak menuju kota Makkah. Pendudukan Makkah sudah di depan mata dan kemakmuran Islam juga akan mengisi keseharian umat muslim. Di tengah perjalanan, ketika Nabi sampai ke Abwa’, Abu Sufyan bersama dengan Abdullah bin Abi Umayyah datang menemui Nabi. Mereka berdua datang untuk menyatakan Iman kepada baginda Nabi. Kelembutan hati Nabi menyebabkan Nabi dengan senang hati menerima mereka berdua ke dalam Islam, padahal keduanya, terutama Abu Sufyan beberapa kali berusaha membunuh baginda Nabi. Tidak ada dendam di dalam hati baginda Nabi.
Sebuah kisah menarik terjadi ketika pasukan sudah mulai kesulitan untuk melanjutkan puasa karena perjalanan yang melelahkan ini. Nabi kemudian memerintahkan para Sahabat untuk membatalkan puasanya, dan beliiau sendiri juga membatalkan puasanya. Peristiwa inilah yang dijadikan dalil kebolehan membatalkan puasa bagi orang yang sedang dalam perjalanan.
Ketika Pasukan semakin dekat dengan Makkah, Nabi berjumpa dengan pamannya, Abbas bin Abdil Muthalib. Nabi lantas memerintahkan Abbas untuk menjaga Abu Sufyan di satu tempat agar ia bisa melihat pasukan-pasukan Islam satu persatu. Nabi ingin menunjukkan kepada Abu Sufyan bagaimana cerita Nabi yang dulu mereka ledek sebagai khayalan itu kini terbukti atas izin Allah. Maklum, ketika berada di Makkah Nabi sudah mendapat kabar dari Allah bahwa Umatnya akan menaklukan banyak daerah dan para kafir Quraisy menertawakan kabar itu dan mereka nilai sebagai khayalan orang gila.
Hari besar itu terjadi pada tanggal 20 Ramadlan. Nabi bersama mayoritas pasukan masuk ke Makkah melalui jalur utara, sementara Khalid bin Walid masuk ke Makkah melalui jalur selatan atau berputar melalui gunung Abi Qubais, Qais bin Sa’d masuk melalui jalur barat. Makkah telah terkepung dari segala sisi. Tidak ada perlawanan dari Makkah kecuali segelintir pemuda yang tetap ingin melawan baginda Nabi, perlawanan itupun dengan mudah terkalahkan oleh pasukan Khalid bin Walid.
Pasukan Nabi sudah memasuki kota Makkah dan seorang bersorak atas intruksi Baginda Nabi bahwa siapapun yang mengunci pintu rumahnya maka ia mendapat keamanan, barang siapa yang masuk ke Masjid maka ia akan mendapat keamanan dan barang siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan juga akan mendapat keamanan.