Kabar Kepada Nabi
Kaum Khuza’ah lansung berangkat ke Madinah mengabari baginda Nabi akan penyerangan itu. Nabi dengan tegas menyatakan akan membela Khuza’ah sekuat tenaga. Kabar ini, hanya diketahui Nabi dan belum tersebar kepada penduduk Madinah. Penduduk Madinah masih mengira keadaan masih sebagaimana biasanya.
Sebelum kita lanjut, perlu kita ketahui terlebih dahulu bahwa kondisi kali ini benar-benar berbeda dengan kondisi dalam perang-perang yang lainnya. Kafir Quraisy telah berada di titik terlemahnya, banyak dari jagoan perang mereka yang sudah mati, bahkan beberapa telah menyatakan diri masuk dalam agama Islam seperti Khalid bin Walid dan ‘Amr ibnil ‘Ash; dua orang Quraisy yang sangat ahli dalam strategi perang.
Sementara di pihak muslimin, kita sedang berada pada kekuatan yang sangat besar. Secara bertahap kaum-kaum Arab bergabung dengan Islam dan meyatakan diri beriman kepada baginda Nabi Muhammad saw. Beberapa menyatakan sayahadat secara kelompok, tidak sedikit juga yang bersyahadat secara pribadi. Kekuatan ketiga seperti yahudi sudah lumpuh melalui pertempuran Khaibar. Setelah mengalahkan kaum yahudi di khaibar, kita menjadi kekuatan miliiter dan ekonomi terbesar di hampir seluruh negara Arab.
Artinya, jika Nabi sampai mendengar kabar akan penyerangan ini, dan beliau memutuskan untuk menyerang Quraisy di Makkah, sudah pasti peperangan akan kemenangan bagi kelompok baginda Nabi SAW yang sudah besar dan kuat.
Ketakutan Quraisy
Baiklah kita lanjut. Abu Sufyan yang mendengar bahwa para pemuda-pemuda Quraisy telah melanggar perjanjian langsung marah besar. Ia ketakutan jika Nabi sampai benar-benar menyerang kota Makkah. Ia ingat betul bagaimana Quraisy melakukan kejahatan kepada kelompok Nabi. Kejahatan-kejahatan itulah yang semakin membuat ia takut baginda Nabi melakukan balas dendam dan melakukan hal yang mengerikan terhadap orang Quraisy. Seluruh kaum Quraisy ikut ketakutan seketika itu juga.
Quraisy kemudian mengirimkan Abu Sufyan untuk bernegosiasi dengan Nabi. Jangan sampai Nabi mendengar kabar dari Khuza’ah sehingga beliau memutuskan untuk menyerang. Abu sufyan mengira ia tidak didahului oleh orang-orang Khuza’ah. Ia datang menemui Nabi untuk bernegosiasi. Nabi yang sebenarnya sudah tahu apa yang sudah terjadi justru bertanya kepada Abu Sufyan “memang apa yang terjadi?”. Abu Sufyan gugup dan justru menjawab “tidak ada apa-apa”. Jangankan untuk bernegosiasi, bahkan Abu Sufyan tidak berani menceritakan apa-apa. Dari perbincangan ini kita bisa melihat bagaimana wibawa seorang baginda Nabi di hadapan lawan politiknya hingga ia tak bisa berkata-kata.
Abu Sufyan yang gagal bernegosiasi dengan baginda Nabi, mencoba bernegosiasi dengan sahabat-sahabat Nabi yang berpengaruh semisal Abu Bakr, Umar, dan Ali. Semuanya menjawab dengan jawaban yang kurang lebih sama. Bahwa mereka hanya akan mematuhi perintah baginda Nabi mereka tidak berani untuk merubah-rubah keputusan dari Nabi. Abu Sufyan pulang dengan membawa hasil yang nihil.