مَنْ لَمْ يَشكُرِ النِّعَمِ فَقدْ تـَعَرَّضَ لِزَوَالِهاَ ومن شَكرَهاَ فقد قـَيَّدَ بِعِقاَلهاَ
“Siapa yang tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah maka berarti ia telah menghilangkannya, dan barang siapa mensyukurinya maka ia sungguh telah mengikat nikmat tersebut.”
Mensyukuri nikmat Allah akan melanggengkan nikmat tersebut dan dapat menambah terus nikmatnya. Hukum sebaliknya siapa yang kufur nikmat Allah akan menghilangkan nikmat darinya. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an:
لئن شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم إن عذابي لشديد
“Sungguh benar-benar jika engkau bersyukur maka pasti Aku memberi tambahan kenikmatanmu, namun jika engkau kufur maka sesungguhnya siksaku amat pedih”
(Q.S Ibrahim:7)
Allah tidak akan mencabut nikmat seorang hamba sehingga ia mengubah perbuatannya dengan maksiat yang menjadikan kufur nikmat kepada Allah. Dalam arti ia berani menentang Allah dan tidak pantas mendapatkan nikmat tersebut. Maka Allah dengan sifat keadilannya mencabut nikmatnya. Orang bijak, baik orang Arab ataupun ‘Ajam bersepakat bahwa: “Syukur itu mengikat nikmat” , ada pula yang berkata:
الشّكر قيد للموجود وصيد للمفقود
“Syukur itu mengikat kenikmatan yang telah ada dan memburu (mendatangkan) nikmat yang belum ada.”
Syukur bisa kita wujudkan dengan tiga sarana. Pertama syukur dengan hati, dengan cara kita meyakini dengan sepenuh keyakinan nikmat itu pasti datangnya dari Allah. Allah berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ
“Segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah…”
(Q.S An-Nahl:53)
Sarana yang kedua adalah syukur lisan. Syukur lisan dapat kita wujudkan dengan banyak mengucap Alhamdulillah, lebih-lebih ucapan pujian itu kita panjatkan dengan sepenuh hati. Hamdalah singkat katanya namun sarat akan makna, mengandung pengakuan bahwa segala puji itu hanya milik Allah semata.
Diceritakan Imam Ja’far As-Shadiq menceritakan bahwa ayahnya, Imam Muhammad Al Baqir pernah kehilangan keledainya. Ia berkata: “Bila Allah mengembalikannya padaku maka aku akan memujinya dengan pujian-pujian yang diridhoiNya.” Selang beberapa saat keledai kembali lengkap dengan pelana dan pakaiannya. Imam Muhammad Al Baqir kemudian menengadahkan kepala ke langit seraya berkata “Alhamdulillah” tidak lebih dari dan tak kurang. Maka ada orang yang meresponnya, bertanya kepada Imam Muhammad Al Baqir tentang hal tersebut. Kenapa Imam Muhammad Al Baqir hanya mengucap dengan sesingkat itu, padahal katanya akan mengucapkan pujian-pujian yang diridhoi. Dijawab beliau:
وهل تركتُ أو أبقيتُ شيأً جعلتُ الحمد كله لله عزّ وجلّ
“Apakah aku menyisakan sesuatu?!, semua pujian telah aku peruntukkan untuk Allah”
Termasuk syukur dengan lisan ialah menceritakan, menampakkan dan menyiarkan nikmat tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Terhadap nikmat Tuhanmu, nyatakanlah (dengan bersyukur)
(Q.S Ad-Duha:11)
Umar bin Abdul Aziz berkata: “Sebutlah kenikmatan-kenikmatan itu, karena menyebut kenikmatan itu adalah syukur” . Selain itu, syukur lisan bisa juga dengan memuji dan mendo’akan perantara yang membawa tersampainya nikmat itu pada kita, karena mereka itu terpilih oleh Allah untuk menyampaikan nikmat.
Nu’man bin Basyar berkata bahwa Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wa Salam bersabda:
من لم يشكر القليل لم يشكر لم يشكر الكثير من لم يشكر النّاس لم يشكر الله
“Barangsiapa tidak mensyukuri yang sedikit maka ia tidak mensyukuri yang banyak. Orang yang tidak bersyukur kepada manusia berarti tidak bersyukur kepada Allah. ” (HR.Ahmad).
Riwayat lain dari Usamah bin Zaid, bahwa Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wa Salam bersabda:
أشكرُ النّاس لله أشكرهم للنّاس
“Manusia paling bersyukur kepada Allah adalah manusia yang paling bersyukur kepada Allah”. (HR.Thabarani)
Selanjutnya sarana syukur yang ketiga, adalah syukur dengan badan. Syukur ini dapat diwujudkan dengan melakukan amal sholih. Segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah digunakan untuk beribadah kepada Allah, dan segala bentuk ketaatan kepada Allah.
….. اِعْمَلُوْٓا اٰلَ دَاوٗدَ شُكْرًا ۗ….
….berkerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur….
(Q.S Saba’:13)
Allah menjadikan amal perbuatan sebagai syukur kepada Allah. Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wa Salam pernah melakukan sholat sampai kakinya bengkak. Sayyidah Aisyah bertanya kepada Rasulullah “Kenapa engkau melakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosamu yang dahulu dan yang akan datang?”. Apa jawaban Rasulullah?, beliau menjawab : “Apakah aku tidak pantas menjadi menjadi hamba yang bersyukur”.
Mari kita semua berdo’a, semoga dijadikan dan dikelompokkan Allah sebagai hamba yang ahli bersyukur,…Amin.