PERAYAAN TAHUN BARU DALAM PANDANGAN ISLAM

Hari ini kita akan membahas sebuah tema penting, yaitu Perayaan Tahun Baru Masehi Dalam Pandangan Islam”. Artikel ini relevan karena banyak umat Islam terpengaruh oleh tradisi perayaan tahun baru yang sebenarnya bukan berasal dari ajaran Islam. Semua orang tumpah ruah, berkumpul di pusat kota merayakan pergantian tahun dengan kembang api, trompet atau hanya sekedar menikmati suasana malam itu dengan teman atau orang terdekat.

Begitulah yang kebanyakan orang lakukan saat menyambut pergantian tahun Masehi. Seakan menjadi agenda rutin tahunan, semua kalangan merayakan perayaan pergantian tahun Masehi tak terkecuali oleh umat Islam yang notabene telah memiliki sistem penanggalan sendiri.

Lantas bagaimanakah pandangan Islam tentang tahun Masehi itu sendiri? Apakah benar tahun baru itu jatuh pada tanggal 1 Januari? Lalu apakah kita sebagai seorang muslim boleh ikut merayakan tahun baru Masehi?

Awal Tahun Baru Masehi Bulan Oktober, Bukan Bulan Januari

Tahun Masehi berdasarkan kalender gregorian berpatokan pada pergerakan matahari (syamsiyyah). Secara historis, kalender ini berasal dari tradisi Romawi dan kemudian digunakan oleh umat Kristiani untuk menandai kelahiran Nabi Isa as. Namun, ada pandangan yang menyatakan bahwa perhitungan kalender Masehi sebenarnya tidak bermula pada bulan Januari. 

DALIL PERTAMA

Almaghfurlah KH. Maimoen Zubair, yang mengutip pendapat gurunya, Syeikh Yasin bin Isa al-Fadani, menyebutkan bahwa berdasarkan perhitungan falak, awal tahun sebenarnya jatuh pada awal bulan Oktober. Ini merujuk pada QS. At-Taubah ayat 108

لَمَسْجِدٌ اُسِّسَ عَلَى التَّقْوٰى مِنْ اَوَّلِ يَوْمٍ اَحَقُّ اَنْ تَقُوْمَ فِيْهِۗ

“Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya.”

Ayat ini turun pada saat Rasulullah SAW hijrah menuju Madinah dari kota Makkah. Masjid yang terdapat pada ayat tersebut adalah Masjid Quba, terletak sekitar 5 km arah tenggara dari kota Madinah. Pembangunannya bertepatan dengan awal bulan Oktober berdasarkan pada penghitungan tahun Masehi atau matahari.

BACA JUGA :  Ngresapi Dawuh-dawuhipun Mbah Maimoen Zubair

Makna “Di Awal Hari” pada ayat tersebut berarti hari pertama di awal tahun yang mengindikasikan bahwa awal perhitungan penanggalan matahari bermula sejak bulan Oktober atau sejak matahari berada di selatan.  

DALIL KEDUA

Selain itu, surah Al-Quraisy ayat 1-2 yang menyebutkan musim dingin lebih dahulu daripada musim panas juga mendukung bahwa awal hitungan tahun syamsiyyah bermula pada bulan Oktober, bukan Januari. 

Allah SWT berfirman:

لِاِيْلٰفِ قُرَيْشٍۙ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِۚ (2)

Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.”

Pada ayat ini Allah lebih dulu menyebut kata Syitaa yang berarti musim dingin, baru kemudian Allah menyebut kata Shaif yang berarti musim panas. Artinya awal kali titik balik atau ekuinoks musim gugur-dingin pada bulan Oktober dan posisi matahari berada di sebelah selatan atau pada bulan Oktober

Meski demikian, umat Islam memiliki kalender Hijriyah yang penghitungannya berdasarkan pergerakan bulan (Qamariyyah). Kalender Hijriyah lebih relevan bagi umat Islam karena ia terkait langsung dengan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW, yang menjadi tonggak sejarah penting dalam Islam. 

1
2
3
Artikulli paraprakAl-Malik; Sang Maha Raja dan Penguasa
Artikulli tjetërRESENSI RAWAI’U AL-BAYAN FI TAFSIRI AYATI AL-AHKAM

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini