وَالْفَجْرِۙ – ١  وَلَيَالٍ عَشْرٍۙ – ٢

Demi fajar. demi sepuluh malam (QS. Al-Fajr 1-2)

Segala sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah di dalam Al-Quran pasti merupakan hal-hal yang hebat, memiliki keutamaan dibandingkan dengan hal-hal lain. Dibaliknya terdapat asror-asror, rahasia-rahasia yang tidak dapat dicapai oleh akal manusia biasa. Seperti halnya waktu fajar dan sepuluh malam yang disebutkan di atas. Mayoritas ulama’ menafsiri sepuluh malam di atas dengan sepluluh malam pertama pada bulan dzulhijjah.

Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu dari empat asyhurul hurum, bulan-bulan mulia yang dinash di dalam Al-Quran. Pada 10 hari pertama bulan ini ulama’ menegaskan bahwasanya do’a-do’a akan diijabahi. Sehingga disunnahkan memperbanyak berdo’a, beribadah dan berpuasa kecuali pada hari kesepuluh yang merupakan hari raya ‘Idul Adha. Pada waktu itu diharamkan bagi umat Islam berpuasa. Di antara puasa yang dianjurkan oleh ulama’ untuk sangat dilakukan adalah yang terdapat pada penghujung 10 hari ini. Yakni pada tanggal 8 dan 9 dzulhijjah yang disebut dengan puasa tarwiyah dan puasa arofah.

Puasa Arofah dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah yang bertepatan dengan dilaksanakannya rukun haji yang paling penting, yakni wukuf di padang Arofah. Arofah sendiri merupakan sebuah padang yang menjadi tempat awal bertemunya Nabi Adam AS dan Sayyidah Hawa’ setelah diturunkan oleh Allah SWT ke atas bumi untuk diuji. Pada awalnya Nabi Adam diturunkan di daerah India, satu pendapat mengatakan beliau diturunkan di sekitar Srilangka; menurut keterangan Syaikhina KH. Maimoen Zubair tempat diturunkannya Nabi Adam AS adalah tempat di mana para setan berkumpul. Sedangkan Sayyidah Hawa’ sendiri diturunkan di daerah Jeddah, Arab. yang sebenarnya juga menjadi alasan daerah tersebut dinamai dengan Jeddah (arti: nenek) untuk mengenang Sayyidah Hawa’.

Rasulullah SAW menjelaskan bahwasanya orang yang melaksanakan puasa Arofah akan dilebur dosa-dosanya pada tahun ini dan tahun depan.

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ التِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ التِى بَعْدَهُ

“Siapapun yang berpuasa pada hari Arofah, aku mintakan ia pada Allah untuk meleburkan dosa yang ada pada tahun sebelum hari ini dan tahun mendatang” (HR Muslim)

Ulama’ menjelaskan bahwa tahun sebelum hari ini adalah tahun yang sedang berjalan, dalam artian yang hitungannya belum sempurna. Ulama’ juga sepakat bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa ini mengecualikan dosa-dosa besar, seperti syirik, zina, ataupun mencuri. Hadits ini juga menjadi isyarat bahwa orang yang dapat melakukannya mendapat jaminan bahwa ia belum akan meninggal satu tahun ke depan.

BACA JUGA :  Menyambut Hari 'Asyura Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW

Kita juga disunnahkan berpuasa tarwiyah, yakni puasa pada tanggal ke-8 dzulhijjah. Tarwiyah secara bahasa memiliki arti menyegarkan diri dengan air. Hari ini disebut demikian karena pada hari ini orang-orang dulu yang sedang berhaji sering menyiapkan bekal air guna perjalanan dari Mekkah ke Arofah. Puasa ini juga memiliki keutamaan bagi mereka yang menjalankannya.

صَوْمُ يُوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفارَةُ سَنَةٍ وَصَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفارَةُ سَنَتَيْنِ

“Puasa hari Tarwiyah dapat menghapus dosa setahun. Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun,” (HR Abus Syekh Al-Ishfahani dan Ibnun Najar).

Beberapa ulama’ mempermasalahkan tentang hadits ini karena tedapat rowi yang bermasalah sehingga hadits ini dikategorikan hadits dhoif. Walaupun begitu hadits ini tetap boleh diamalkan karena termasuk kategori fadhoilul amal. Sebagian ulama’ juga memasukkan kesunnahan puasa tarwiyah kepada keumuman dalil lain. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas RA,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “مَا مِنْ أَيَّامٍ العَمَلُ الصَّالِحُ أَحَبُّ إِلَى اللهِ فِيْهِنَّ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ” -يَعْنِي عَشْرَ ذِي الْحِجَّةِ -قَالُوْا: وَلَا الجِهَاد فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: “وَلَا الجِهَاد فِي سَبِيْلِ اللهِ، إِلَّا رَجُلًا خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ، ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

“Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada hari-hari di mana amal saleh lebih disukai Allah pada hari itu dari pada hari-hari ini’ -maksudnya sepuluh hari Dzulhijjah.- Kemudian para sahabat bertanya, ‘Bukan pula jihad, ya Rasulullah?’ Rasul menjawab, ‘Tidak pula jihad di jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar membawa diri dan hartanya kemudian ia pulang tanpa membawa apa-apa lagi,’” (HR Bukhari).

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللهِ أَنْ يَتَعَبَّدَ لَه فِيْهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الحِجَّةِ ، يَعْدِلُ صِيَامُ كَلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ ، وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ القَدْرِ

“Tidak ada hari-hari yang lebih dicintai oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya dari pada 10 hari awal dari bulan Dzulhijjah, ibadah puasa yang dilakukan tiap harinya pada hari-hari tersebut sama dengan berpuasa satu tahun, dan shalat malam pada setiap malamnya sama dengan shalat malam pada lailatul qadr”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Baihaqi)

Referensi:

Hasyiyah ‘Ianah Ath-Tholibiin ‘ala Halli Alfazhi Fath Al-Mu’in fashl fi Shoum At-Tathowwu’ juz 2

Kanzu An-Najah wa As-Surur fashl fi Ma Yuthlabu fi Dzil Hijjah

Syarh Nihayah Al-Muhtaj ‘ala Minhaj Ath-Tholibin bab Shoum juz 3

Artikulli paraprakHaul Ke-3 KH. Maimoen Zubair
Artikulli tjetërFADHILAH IBADAH QURBAN

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini