Perlunya Mengenang Hari Santri
Salah satu ulama kharismatik yang menyampaikan relevansi Oktober (bulan lahirnya hari santri/resolusi jihad) dengan Islam adalah Almaghfurlah KH. Maimoen Zubair. Dalam sebuah ceramahnya Almaghfurlah KH. Maimoen Zubair pernah menyampaikan bahwa santri harus bisa mengenang bangsa Indonesia yang mempunyai hari Santri. Hari yang tidak bisa hanya berarti sebagai hari biasa atau hari yang memiliki makna kecil, tetapi hari Santri adalah hari yang memiliki makna yang begitu besar atau luas.
Menurut Almaghfurlah KH. Maimoen Zubair, perlu menenang hari Santri sebab hari Santri sendiri adalah memperingati fatwa ulama bahwasanya hukum membela menjunjung dan membela tanah air adalah fardhu ‘ain hukumnya.
Oktober sebagai bulan lahirnya hari santri/resolusi jihad, menurut Almaghfurlah KH. Maimoen Zubair mempunyai nilai yang spesial dalam Islam. Almaghfurlah KH. Maimoen Zubair sendiri mendefinisikan atau memposisikan bulan Oktober sebagai bulan peringatan yang sakral. Lebih jelas tentang bulan Oktober, Almaghfurlah KH. Maimoen Zubair juga mengaitkannya dengan sejarah awal perjuangan Nabi Muhammad SAW di waktu silam. Di mana waktu itu, dalam sejarahnya Nabi Muhammad memulai menancapkan tonggak perjuangannya di Madinah bertepatan pada bulan Oktober. Kutipan Almaghfurlah KH. Maimoen Zubair kurang lebih seperti ini, “Bulan Oktober merupakan bulan peringatan. Nabi memulai, menancapkan tonggak perjuangan yang bermula dari kota al-Madinatil Munawwaroh. Nabi hijrah adalah bertepatan bulan Oktober. Ini indahnya, ini bulan apa ini? Oktober, Bulan untuk mencanangkan perjuangan, memperjuangkan tanah air hukum agama Islam wajib adalah bulan Oktober.”
Cinta Tanah Air
Kyai dan Santri, sebagai pejuang bangsa. Laskar Ulama dan Santri membela Indonesia tidak hanya dengan emosi, tapi dengan ilmu pengetahuan, spiritual dan strategi. Ilmu yang Kiai miliki beliau tularkan pada Santri dengan semangat membela tanah air dengan fatwa jihad yang KH. Hasyim Asy’ari keluarkan. Demikian juga penanaman spiritual agar para Santri punya daya tahan dan tidak takut dengan penjajah walau dengan senjata seadanya. Sedangkan pengaturan strategi sebagaimana ketika Rasulullah menghadang musuh-musuhnya.
Hari santri memiliki tujuan untuk meneladani “Semangat kebangsaan, cinta tanah air, rela berkorban untuk bangsa dan negara”
Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan:
وفي تَفسيرِ الآيةِ إشَارَةٌ إلَى أنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإيمانِ، وكَانَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ كَثِيرًا: اَلْوَطَنَ الوَطَنَ، فَحَقَّقَ اللهُ سبحانه سُؤْلَهُ ……. قَالَ عُمَرُ رضى الله عنه لَوْلاَ حُبُّ الوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوءِ فَبِحُبِّ الأَوْطَانِ عُمِّرَتْ البُلْدَانُ.
“Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa “cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah SAW (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air, tanah air”. Kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah). Sahabat Umar RA berkata. “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air, dibangunlah negeri-negeri.
Sumber:
Zubair Dahlan kontribusi Kiai Sarang untuk Nusantara dan Dunia Islam.
Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi, Ruhul Bayan.
Muhammmad bin Isa al-Turmudi, Jami’ al-Turmudi.