Belajar Syakhina KH. Maimoen Zubair waktu kecil
Bagaimanakah syakhina KH. Maimoen Zubiar belajar dan memperoleh kesuksesan dari Allah SWT. pasti di masa kecil menemui keterbatasan, aku juga mengalami saat di Rubat Tarim kala menimba ilmu di sana kami menemui kesulitan. belum ada listirk, belum ada tikar, juga belum ada pena, terbatasnya kitab, bahkan satu kitab digunakan oleh tiga orang untuk belajar. Dan kalian harus bersyukur karena sudah mendapat nikmat dari Allah SWT. karena sudah mendapat kenyamanan dalam hal belajar. Pada zaman sekarang listrik sudah ada, kitab banyak, tapi mengapa kita malas dalam belajar?. Untuk itu kita harus menengok orang-orang mulia dalam belajar. insyalah kita mendapatkan yang kita harapkan, meniru jejak-jajak orang mulia, dan orang-orang yang Allah SWT. muliakan. Habib ‘Abdullah bin Husayn bin Thahir dalam kitab Sulam taufiq dalam kitab majmu’nya:
إِذا كُنتَ في نِعمَةٍ فَاِرعَها # فَإِنَّ المَعاصي تُزيلُ النِعَم
Apabila engkau merasakan kenikmatan maka jagalah kenikmatan itu, Karena sesungguhnya maksiat menghilangkan kenikmatan tersebut
وَحافِظ عَلَيها بِتَقوى الإِلَه # بِشُكرِ الإِلَهِ) فَإِنَّ الإِلَهَ سَريعُ النِّقَم
Dan abadikan kenikmatan itu dengan bersyukur kepada Allah, Karena bersyukur kepada Allah itu menghilangkan hukuman-hukuman (orang yang tidak mau bersyukur)
Aturan menjadi santri sejati itu ada tata caranya (ada adabnya). Yaitu santri ketika datang ke majlis ilmu harus membawa pena dan buku. Karena di majlis itu ada orang yang ahli ilmu atau guru. Maka catatlah sebagai bentuk pengingat. Dan itulah pentingnya sebuah ilmu, itulah yang bernama santri sejati. Tapi kalau datang ke majlis ilmu lupa membawa buku dan pena itu bukan santri hakiki.
Dan tidak mungkin bagi mbah Moen bisa mengarang kitab sebanyak tersebut, kalau ketika beliau belajar tidak mencatatat. Jadi beliau mencatat dalam kitab-kitab, dan mencatat keterangan dari para gurunya. Sehingga beliau memperoleh keistimewaan mampu mengarang beberapa kitab. Itu semua karena kesemangatan beliau dalam belajar, selalu membawa buku dan pena, mencatat masalah dan faedah-faedaah dari gurunya.
Penjelasan Sayyidina Ali
Sayyidina Ali karomaallahuwajhah, dalam baitnya berkata:
مَا الفَخْرُ إلا لأَهلِ العِلمِ إنَّهُم. على الهُدَى لِمَن اسْتَهْدَى أَدِلاَّءُ وقَدْرُ كُلِّ امرِئٍ مَا كان يُحْسِنُهُ. والجَاهِلُون لأَهلِ العِلمِ أَعدَاءُ فَفُزْ بِعِلْمٍ تِعِش حَيًّا بِه أَبَدا. النَّاسُ مَوتى وأَهلُ العِلمِ أَحْيَاءُ. علي بن أبي طالب
Tidak ada kebanggaan kecuali kebanggaan seseorang mendapatkan ilmu. Jadi ilmu derajatnya mulia, tidak ada kebanggaan mengalahkan kemulian ilmu. Mereka mendapati hidayah, mendapati petunjuk dari Allah SWT. Untuk diberikan kepada orang-orang yang meminta petunjuk, meminta ilmu, dan mereka mampu menjelaskan ketika mendapat ilmu dari Allah SWT. Nilai seseorang terukur dari seberapa kemampuan yang ia dapatkan. Sudah menjadi Sunnatulhaya’ bahwa orang bodoh, selalu memusuhi orang berilmu. maka raihlah ilmu, dapatkan ilmu, dan kalian akan hidup selamanya. Manusia itu seperti orang-orang yang mati meskipun berjalan di muka bumi. Tapi orang yang memilki ilmu, meskipun telah meninggal dunia, meraka akan kekal selama-lamanya. Dan uswah (contohnya) adalah syakhina KH. Maimoen Zubair yang berada di tengah-tengah kita, karena ilmunya bermanfaat. Maka dari itu, jangan lupa membawa buku dan pena ketika mengahadiri majlis ilmu untuk mencatat faedah-faedah dan masalah.