“Mengapa Belajar Tak Cukup Hanya di Kelas? Inilah Rahasianya!”
Setelah beberapa tahun di pesantren, saya makin yakin kalau santri yang cuma belajar kitab saat jam kegiatan wajib (Jam Sekolah, Jam Musyawarah, Jam Belajar) bakal kesulitan bersaing dengan mereka yang melanjutkan belajarnya di asrama. Soalnya, belajar di luar jam resmi itu bukan sekadar soal jam tambahan, tapi soal semangat menjelajahi ilmu lebih dalam.
Santri yang belajar cuma pas kegiatan wajib itu biasanya minim banget motivasinya. Mereka datang lebih karena kewajiban daripada kemauan, sekadar ngejar absensi biar bisa naik kelas. Isi pikiran mereka sering kali cuma seputar kapan pelajaran ini bakal selesai, bukan soal gimana memahami atau mendalami isi kitab. Jadinya, belajar terasa hambar dan cuma formalitas belaka, jauh beda dengan mereka yang lanjut di asrama, yang bener-bener nyemplung dalam lautan ilmu karena dorongan dari dalam diri sendiri.
Orang yang pikirannya cuma fokus ke absen dan asal naik kelas itu bisa dipastkilan punya motivasi yang sangat lemah. Nggak heran kalau ia sulit berkembang, karena otaknya pun merespons kemalasan itu dengan ikut-ikutan malas bekerja.
Yang lebih parah lagi, orang yang konyol malah akan menyalahkan otaknya sendiri, seolah-olah itu alasan dia nggak bisa memahami pelajaran. Padahal, masalah utamanya ada di motivasi yang nggak cukup kuat untuk mendorong otak bekerja lebih keras. Bukannya otaknya yang salah, tapi dorongan untuk belajar yang kurang.