فاغسلي (basuhlah!)

Dari kata yang kedua ini kita juga dapat menemukan hukum wajib; wajib bagi wanita istihadlah untuk membasuh darah dari tubuhnya. Konsekuensi ini berdasar kaidah  مطلق الأمر يدل على الوجوب. Dan menurut pengamatan penulis belum ada indikator untuk merubah hukum tersebut, baik dalam kalimat hadist itu maupun dari dalil-dalil yang lain. Artinya seorang wanita yang sedang istihadlah diwajibkan untuk membersihkan dirinya dari darah istihadlah yang – menurut kaca mata fiqhiyah – merupakan barang yang najis dan bisa mencegah keabsahan sholat.

Kewajiban membasuh darah istihadlah juga bukan merupakan tanggung jawab satu kali seumur hidup  (مرة) melainkan harus dilakukan berkali-kali (تكرار) setiap habis masa haidl.  Kesimpulan ini didapatkan karena kata perintah tersebut dihubungkan dengan satu unsur sifat yaitu habisnya masa haidl. Bisa kita lihat dari sabda Nabi:

 فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرُهَا فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ 

Dan jika masa haidl telah habis, maka basuh darah itu darimu!

Penafsiran ini berdasar kaidah الأمر المعلق بصفة يتكرر بتكررها (satu perintah yang digantungkan pada satu sifat berlaku berulang-ulang sesuai dengan pengulangan sifat tersebut).

Membasuh Darah Harus Segera atau Bagaimana

Kewajiban membasuh darah tersebut tidak harus segera dilakukan (فور), juga tidak harus ditunda (تراخي), namun kewajibannya berlaku bebas. Dalam artian seorang wanita yang sedang istihadlah bebas melakukannya kapanpun (مطلق الزمان).

Hal ini sesuai dengan kaidah الأمر المطلق لا يدل على الفور والتراخي. Namun melihat bahwa pembasuhannya dihubungkan dengan sholat yang di mana – berdasar dalil-dalil lain – sholat mensyaratkan adanya kesucian dari najis, maka kewajiban membersihkan darah bisa menjadi harus segera dilakukan (فور) apabila ia sudah berkewajiban untuk segera sholat.

BACA JUGA :  Eksistensi Wanita dalam Islam

Bisa kita lihat dari sabda Nabi:

فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي

Maka basuh darah itu darimu dan sholatlah!

Uraian hukum di atas bukan tanpa dasar. Uraian tersebut telah dijelaskan oleh ulama-ulama terdahulu. Salah satu yang penulis temukan adalah yang Imam Al-Malibariy sebutkan dalam Fathul Mu’in. Beliau menjelaskan:

ويجب عليه الوضوء لكل فرض كالتيمم وكذا غسل الفرج وإبدال القطنة التي بفمه والعصابة وإن لم تزل عن موضعها

[فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين (ص: 46)]

صلي (sholatlah!)

Kata perintah yang ketiga ini juga melahirkan hukum wajib. Berdasar kaidah yang telah kami sebut sebelumnya: مطلق الأمر يدل على الوجوب. Kondisi istihadlah tidak boleh menjadi dalih wanita untuk menginggalkan sholat. Melalui hadist ini kita akan memahami bahwa ia masih terkena kewajiban sholat.

Kewajiban yang berlaku pada wanita istihadlah merupakan kewajiban yang berlaku berulang-ulang(تكرار). Harus melakukannya  tiap kali habis masa haidl serta tiap masuk waktu sholat sebagaimana umumnya aturan sholat. Dan interpretasi ini juga berdasar kaidah yang sama seperti shighot sebelumnya: الأمر المعلق بصفة يتكرر بتكررها.

Dan apabila kita hanya melihat naskah dalil ini saja maka tidak ada indikator apakah pekerjaan sholat harus segera dilakukan (فور) atau harus ditunda (تراخي) sehingga bisa saja kita menerapkan kaidah الأمر المطلق لا يدل على الفور والتراخي. Namun, memandang aturan waktu sholat telah diatur dengan dalil-dalil lain, maka kewajiban sholat bagi seorang istihadlah mengikuti aturan umum dalam sholat. Artinya wajib dilakukan dalam tiap waktu yang telah ditentukan (واجب موسّع في وقتها).

Penulis: Ust. Ahmad Maimun Nafis, S.Ag.

1
2
3
Artikulli paraprakSesajen Menurut Pandangan Islam
Artikulli tjetërTa’dzim Habaib Bani Alawi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini