Berikut penjabarannya:
Amr – Nahi
Sebagaimana yang telah kami sebutkan di poin sebelumnya bahwa terdapat tiga shighot amr dalam hadist tersebut yaitu: فاتركي (tinggalkanlah!) فاغسلي (basuhlah!) Serta صلي (sholatlah!). Mari kita urai satu per satu lafadz-lafadz tersebut menurut kaca mata Ushul Fiqh:
فاتركي (tinggalkanlah!)
Shighot ini terbilang unik dalam Ushul Fiqh karena diksinya adalah diksi perintah (amr) namun pengertian maknanya adalah melarang (nahi). Dari itu, kami akan mengkaji kata ini dengan perspektif nahi (larangan) karena lebih mengorientasikan kajian pada aspek esensi maknanya daripada lafadz yang terucap. Larangan yang tersirat dalam hadist tersebut melahirkan hukum haram berdasar kaidah النهي يدل على التحريم (shighot nahi menunjukkan makna haram).
Artinya dalam kondisi haidl, seorang wanita haram hukumnya melakukan ibadah sholat. Dan interpretasi ini sesuai dengan banyaknya penjelasan pakar-pakar Fiqh terkemuka dalam literatur Fiqh Syafi’iyah. Sangat sayang jika seorang santri masih belum mengetahui akan hal tersebut.
Melalui larangan tersebut kita juga dapat menyimpulkan konsekuensi hukum batalnya sholat wanita haild. Sederhananya, selain mendapatkan status hukum haram, sholat wanita haidl juga berstatus sebagai sholat yang batal.
Hukum batal pada sholat orang haidl tersebut berdasarkan analisa bahwa larangan yang terjadi pada sholat orang haidl adalah karena tidak memenuhi salah satu syarat sholat yaitu bersih dari hadast; baik besar maupun kecil.
Penafsiran ini sejalan dengan kaidah مطلق النهي يدل على فساد المنهي إن رجع إلى أمر داخل: “sebuah larangan menunjukkan batalnya pekerjaan yang dilarang jika larangan tersebut merujuk aspek internal (syarat dan atau rukun)”.